Pemimpin Dilarang Menangis

Artikel BMT

NASRULLAH NUKMAN

Suatu ketika Umar bin Khatab radhiallahu anhu sahabat Rasul meneteskan air mata di kala berpapasan dengan Rasulullah SAW saat hendak melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Rasulullah pun bertanya: “Ada apa denganmu ya Umar. Mengapa engkau meneteskan air mata?” Umar menjawab: “Ya Rasulullah, bagaimana aku tidak akan menangis. Aku melihat di pipimu ada bekas alas dari tempat tidurmu yang kasar, dan bukankah Allah telah berikan kemenangan kepada kita untuk sedikit menikmati kesenangan itu. Lalu kenapa engkau masih tidur di tempat tidur yang beralaskan pelepah kurma…?” Rasulullah pun berkata kepada Umar: “Ya… Umar sahabatku. Kalau seandainya ummat ini sudah mendapatkan kesenangan dan kebahagian, biarlah saya sebagai pemimpinnya yang terakhir kali merasakan kesenangan dan kenikmatan tersebut. Sebaliknya kalau seandainya ummat ini berada di dalam kesusahan dan penderitaan, biarlah aku sebagai pemimpin mereka yang pertama sekali merasakannya.” Mendengar jawaban Rasulullah, air mata Umar semakin deras mengalir, karena haru memperoleh ungkapan, sekaligus keteladanan yang luar biasa yang diberikan oleh seorang pemimpin. Dalam sejarah perjalanan kepemimpinananya, Umar bin Khatab pun sangat banyak menorehkan keteladanan seorang pemimpin, tentang kesederhanaan, kepedulian kepada rakyatnya dan ketegasan dalam menegakkan peraturan dan hukum. Secara materi, Rasulullah dan para sahabat bukanlah orang-orang yang berkekurangan. Mereka adalah orang-orang kuat, baik secara materi maupun spiritual. Tetapi sebagai pemimpin umat, mereka menjadikan kesederhanaan adalah pilihan hidup mereka dalam melayani dan melindungi masyarakatnya. Di era sekarang, kita perlu meneladani kesederhanaan seorang presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad. Kesederhanaana dia dalam memimpin tidak membuat negaranya diremehkan dan dilecehkan negara lain. Sebaliknya, negara adidaya seperti Amerika pun dibikin bergeming. Bahkan ‘anak emas’ Amerika, Israel dihantui ketakutan terhadap Iran. Dalam sebuah wawancara di TV Fox (AS) soal kehidupan, Presiden Iran ditanyai, “Saat Anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang Anda katakan pada diri Anda?” Jawabnya: “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan. Hari depanmu penuh dengan tanggungjawab melayani rakyat.” Berikut adalah gambaran Ahmadinejad, yang membuat orang ternganga dan terheran-heran. “Saat pertamakali menduduki kantor kepresidenan, menyumbangkan seluruh karpet istana mahal itu itu kepada masjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.” Ia mengamati, ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan mengingatkan kepada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan dua kursi kayu. Meski kelihatan sederhana namun tetap bergengsi. Ketika dilantik menjadi presiden Iran, langkah pertamanya mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya sebagai dosen di sebuah universitas senilai US$ 250. Bahkan walau sudah menjabat presiden, beliau masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki oleh seorang presiden dari negara yang kaya dan strategis baik secara ekonomis, politis, dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas menjaganya. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira. Ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden. Kita tidak ingin melakukan sebuah perbandingan dengan apa yang sedang dipertontonkan oleh pemimpin kita yang katanya sangat peduli dan prihatin dengan apa yang sedang dialami oleh rakyatnya. Tetapi bagaimana kita melakukan sebuah renungan, kenapa kita harus dikaruniakan pemimpin yang lebih cendrung memikirkan dirinya dari pada memikirkan rakyatnya. Iran merdeka bukanlah karena limpah ruah materi serta fasilitas mewah dari pemimpinnya berjuang, melainkan karena semangat, sprit perjuangan yang dilandasasi kecintaan untuk melepaskan rakyatnya dari belenggu penjajah. Pemimpin kita di kala itu, adalah mereka yang betul-betul mempertontonkan kesederhanaan. Tersebutlah salah satunya tentang perdana menteri yang sampai berhenti pun tidak memiliki kekayaan. “Lalu nikmat Allah yang mana lagi yang akan kalian dustakan? Firman Allah dalam Alquran mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, karena kekufuran dari nikmat Allah akan membuat kita digaji berapapun tidak akan pernah merasa cukup. Semoga negeri yang gemah ripah loh jenawi ini dikelola oleh orang-orang yang bersyukur, dan berpenampilan sederhana, bukan orang yang tamak serta haus kekuasaan dan harta. (*)

http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=3512

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.