Bagaimana BMT (Baitul Maal wa Tamwil) Mengurangi Angka Kemiskinan di Indonesia

Artikel BMT

Bagaimana BMT (Baitul Maal wa Tamwil) Mengurangi Angka Kemiskinan di Indonesia

Asbtrak

Perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia terlihat begitu nyata dan pesat, terbukti dengan maraknya pembukaan cabang atau unit usaha syariah oleh hampir seluruh bank-bank konvensional besar di Indonesia. BRI syariah, Mandiri syariah, BNI syariah, Niaga syariah, maupun BMI yang sejak berdirinya melandaskan operasionalnya pada prinsip-prinsip jurisprudensi Islam berlomba-lomba untuk menyediakan produk-produk keuangan Islam. Namun sadarkah kita bahwasanya didalam operasional lembaga-lembaga keuangan Islam baik bank ataupun non-bank, dari 100% transaksi keuangan Islam terdiri dari 75% mudharabah & murabahah, sedangkan hanya 25% sisanya berupa musyarakah? Ini menunjukkan bahwasanya masih ada ketidakseimbangan peran dan fungsi lembaga-lebagai kuangan Islam tersebut dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi dalam masyarakat. Makalah ini akan sedikit membahas tentang salah satu lembaga keuangan Islam tertua (BMT) yang ada di Indonesia dalam mewujudkan keadilan ekonomi di masyarakat luas.

Keyword: Ekonomi Islam, unit usaha syariah, keuangan Islam, lembaga keuangan Islam, mudharabah, murabahah, musyarakah

Pendahuluan

Perkembangan Ekonomi Islam di dunia sudah dimulai sejak abad ke-13, perkembangan Ekonomi Islam bersamaan dengan Islamisasi Ilmu pengetahuan yang marak terjadi pada saat itu. Ilmu Ekonomi boleh kita klaim sebagai disiplin ilmu yang pertama yang dipilih oleh para ulama dan ahli fiqih untuk diislamkan kembali. Pengislaman Ilmu Ekonomi ini bukan berarti menolak segala sesuatu yang menjadi pembahasaan di dalamnya, namun merupakan proses eliminasi Ilmu Ekonomi konvensional dari nilai-nilai sekuler dan liberal yang terkandung didalamnya. Atau dengan kata lain Islamisasi Ilmu Ekonomi tidak secara langsung menyalahkan segala sesuatu yang menjadi pembahasan di dalamnya, karna tidak semua yang di bahas dalam Ilmu Ekonomi konvensional itu salah atau benar.

Sedangkan perkembangan Ekonomi Islam sendiri di Indonesia sedikit terlambat, perkembangannya mulai terlihat dengan didirikannya BMI (Bank Muamalat Indonesia) pada tahun 1992. Bank Islam perdana di Indonesia ini menjadi awal dari perkembangan lembaga keuangan Islam yang lainya, termasuk lembaga-lembaga keuangan Islam Non-Bank seperti; BMT, Penggadaian Syariah, Rumah Zakat, Asuransi syariah, dll.

Namun hapir setelah lebih dari 20 tahun perkembangan Ekonomi Islam di Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan Islam belum mampu untuk mewujudkan tujuan utama Ekonomi Islam itu sendiri yaitu; Mewujudkan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi dalam masyarakat luas. Hampir 75% transaksi keuangan syariah adalah transaksi jual beli dan bukan bantuan modal. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemetrintah sebagai regulator dan kita tentunya sebagai umat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan keadilan ekonomi bedasarkan prinsip-prinsip Ekonomi Islam.

Pembahasan

Cikal Bakal BMT

Baitul maal wa tamwil (BMT) sebagai salah satu perintis lembaga  keuangan dengan prinsip syariah di Indonesia, dimulai dari ide para aktivis Masjid Salman ITB Bandung yang mendirikan Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada 1980. Koperasi inilah yang menjadi cikal bakal BMT yang berdiri pada tahun  1984. Lembaga keuangan semacam BMT, sesungguhnya sangat diperlukan untuk menjangkau dan mendukung para pengusaha mikro dan kecil di seluruh pelosok Indonesia yang belum dilayani oleh perbankan yang ada saat ini. Sebagai gambaran, usaha kecil mikro terdiri dari sektor formal dan informal, yang menurut data Bappenas mencapai angka hampir 40 juta. Peluang pengembangan BMT di Indonesia sesungguhnya sangat besar, mengingat usaha mikro dengan skala pinjaman di bawah Rp 5 juta adalah segmen pasar yang dapat dilayani dengan efektif oleh lembaga ini. Sementara di sisi lain, keberadaan perbankan yang mampu melayani segmen ini sangat terbatas jumlahnya.

Perlu kita ketahui bahwasanya hampir 75% transaksi keuangan Islam di bank-bank Islam masih berupa transaksi jual-beli, dan hanya 25 % sisanya yang berupa transaksi pernyertaan modal. Ini menjadi cerminan bahwasanya dalam perkembanga Ekonomi Islam di Indonesia masih terjadi ketidakseimbangan fungsi dan tujuan Ekonomi Islam. Bank-bank Islam masih cenderung lebih mementingkan profit dari pada membantu sektor-sektor UKM yang ada di Indonesia.

Baitul maal wa tamwil dan Perkembangannya di Indonesia.

Secara legal formal BMT sebagai lembaga keuangan mikro berbentuk badan hukum koperasi. Sistem operasional BMT mengadaptasi sistem perbankan syariah yang menganut sistem bagi hasil. Baitul maal dalam bahasa Indonesia artinya rumah harta. Sebagai rumah harta, lembaga ini dapat mengelola dana yang berasal dari zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Di sinilah sebenarnya letak keunggulan dari BMT dalam hubungannya dengan pemberian pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki persyaratan/jaminan yang cukup. Maka operasional BMT dibawah ketentuan UU. No. 20 thn 2008, UU. No. 21 thn 2008, dan UU. No. 38 thn 1999. Setidaknya pemerintah Indonesia sudah sedikit membantu dengan membuat regulsi tentang perbankan syariah, UKM, dan pengelolaan zakat.

Dalam operasionalnya BMT memiliki fungsi ganda, fungsi sosial sebagai Bautul Maal (rumah harta) dan fungsi usaha sebagai Baitut Tamwil (rumah pembiayaan). Funsi BMT sebagai Baitul Maal diwujudkan dengan semacam jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul maal berupa dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yakni rasa kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial. Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahtera­an dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan sosial ekonomi komunitas masyarakat sekitar.

Sedangkan fungsi sebagai Baitul Tamwil diwujudkan dengan transaksi-transaksi keuangan yang memiliki konsep pinjaman kebijakan (qardhul hasan) yang diambil dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini, BMT tidak memiliki risiko kerugian dari kredit macet yang mungkin saja terjadi. Dalam konsep baitul tamwil, pembiayaan dilakukan dengan konsep syariah (bagi hasil). Konsep bagi hasil untuk sebagian besar rakyat Indonesia merupakan konsep yang telah sering dipraktikkan dan sudah menjadi bagian dari proses pertukaran aktivitas ekonomi, terutama di pedesaan. Contohnya, bagi hasil antara pemilik sawah dan penggarap sawah. Kelebihan konsep bagi hasil adalah menyebabkan kedua belah pihak, pengelola BMT dan peminjam saling melakukan kontrol. Di sisi lain pengelola dituntut untuk menghasilkan untung bagi penabung dan pemodal. Produk yang dikeluarkan oleh BMT meliputi produk pembiayaan (mudhorobah, musyarakah), jual beli barang (BBA, murabahah, bai assalam), ijarah (leasing, bai takjiri, musyarakah mutanaqisah), serta pembiayaan untuk sosial (qordhul hasan). Produk tabungan meliputi tabungan mudharabah dan ZIS.

Bedasarkan data statistik Indonesia pada tahun 2009 angka kemiskinan di Indonesia mencapai 33,7 juta jiwa, dalam prosentase pertumbuhan ekonomi 4,5%, dan inflasi 9%.[1] Maka dari itu BMT berpeluang sangat besar untuk bisa mengurangi angka kemiskinan di Idonesia. Ini ditunjukkan pada tahun 1995-2005, lebih dari 3.300 BMT telah didirikan dengan total asset lebih dari 1.7 milyarn rupiah, melayani lebih dari 2 juta nasabah kecil, menyediakan 1.5 milyarn kredit usaha kecil, dan memnggunakan lebih dari 21,000 pekerja. Berikut adalah beberapa data perkembangan BMT di Indonesia:

  • BMT Dinar (karang anyar with 31 billion rupiah assets)
  • BMT Ben Taqwa (central of java with 30 billion rupiah assets)
  • BMT MMU (pasuruhan east java with 17 billion rupiah assets)
  • BMT Marhamah (wonosobo central of java with 13 billion rupiah assets)
  • BMT Tumang (boyolali central of java with 4 billion rupiah assets)
  • BMT Baitul Rahman (bontang east borneo with 6 billion assets)
  • BMT PSU (malang east java with 5,6 billion assets)[2]

Prinsip Operasional BMT dan Bagaimana BMT Mengurangi Angka Kemiskinan di Indonesia.

BMT yang dalam operasionalnya berdasarkan prinsip salaam civilization, the fair and peacefull social welfare. Mempunya prinsip-prinsip operasional dasar sebagai berikut:

1. Ahsan (prinsip kontrol terhadap kualitas terbaik), thayyiban (prinsip yang paling tepat menurut syariah Islam), ahsanu ‘amala (kepuasan invetor dan nasabah).

2. Barakah (menguntungkan, efektif dan efisien), transparan dan tanggungjawab atas kesejahteraan umat.

3. Berperan aktiv dan terbuka dan Social welfare (kesejahteraan sosial)

BMT berpotensi besar mengurangi angka kemiskinan di Indonesia karena BMT bergerak di sektor mikroekonomi, yang rata-rata tidak terjangkau oleh perbankan Islam pada umumnya. Selain itu operasional BMT yang menggunakan fungsi ganda sebagai (baitul maal) seperti zakat, shadaqah, waqaf, dan dana sosial lainnya. Fungsi ini berdampak langsung keada komunitas masyarakat menengah kebawah. Berawal dengan zakat, shadaqah, dan waqaf, BMT menjalankan fungsinya sebagai agen pendistribusi dana dan social economic healer. Fungsi ini diwujudkan dengan pemberian pinjaman sosial (qardhul hasan) yang diambil dari dana sosial untuk golongan masyarakat miskin. Karena pinjaman sosial ini diambil dari dana sosial, maka BMT tidak akan mengalami resiko pailit dan kredit macet. Hal ini juga mengakibatkan komunikasi yang harmonis antara si kaya dan mayarakat miskin.

Selain menjalankan fungsi sosialnya, BMT juga menjalankan fungsinya untuk pembiayaan sepertihalnya bank-bank Islam pada umumnya. Pada operasionalnya BMT menyediakan: mudharabah, musyarakah, ijarah, wadi’ah dll. Fungsi ini juga mencakup pembiayaan pada sektot real.

Kesimpulan

Pada akhirnya BMT dengan fungsi gandanya, fungsi sosial sebagai baitul maal (rumah harta)  sebagai agen pendistribusian dana sosial dan fungsi pembiayaan baitut tamwil (rumah pembiayaan) yang menyediakan berbagai produk keuangan Islam seperti: mudharabah, musyarakah, dan ijarah. Menurut hemat penulis mempunyai potensi yang paling besar untuk mengurangi angka kemiskinan di negeri ini.

Referensi:

Mujahid Febryan., 2009, Overlapping utilities between globalization and Islamic thought with special references to Economics, International Joint Semianr (IJS), Yogyakarta-Kuala Lumpur.

http://nasional.compas.com

http://muammalatbmt.blogspot.com

Software BMT Free Download…!

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.