Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Artikel BMT

Dunia UMKM yang telah banyak terbukti mampu bertahan di tengah terpaan krisis ekonomi boleh dikata bernasib seperti “anak tiri” yang dibuang sayang namun bila dipertahankan sedikit merepotkan. UMKM merupakan sokoguru perekonomian Indonesia. Selama 1997-2006, jumlah perusahaan dengan skala UMKM mencapai sekitar 99% dari keseluruhan jumlah unit usaha di Indonesia. Sumbangan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 54-57%. Sumbangan UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96%.

Namun berkembang bukan berarti tanpa kendala. Hal itulah yang terjadi pada kondisi UMKM di Indonesia. Salah satu kendala utama yang dihadapi UMKM adalah akses permodalan sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber lain, seperti koperasi, keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir yang lebih bersifat informal (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Permasalahan UMKM

Tipe Masalah Industri Rumah Tangga Industri Kecil
Kurangnya Modal 40.48% 36.63%
Bahan baku 23.75% 16.76%
Marketing 16.96% 4.43%
Manajemen& Produksi 3.07% 26.69%
Persaingan 15.74% 17.36%
Jumlah 100% 100%

Sumber: BPS (2004)

Dalam perkembangannya para pelaku UMKM lebih mencari lembaga keuangan informal karena lebih mengena dan sifatnya yang lebih fleksibel. Misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak serumit dan seketat perbankan dalam pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil.

Perkembangan lembaga keuangan yang menangani sektor UMKM atau yang selanjutnya di sebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UMKM (lihat Tabel 2). Sebenarnya biaya pinjaman yang dikenakan oleh LKM sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman lunak dari perbankan. Namun permintaan dari masyarakat tetap tinggi dikarenakan fasilitas peminjaman tanpa agunan bahkan beberapa pinjaman terjadi karena asas kepercayaan.

Tabel 2. Jumlah Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia 2005

Lembaga Jumlah Unit Jumlah Peminjam
BRI sistem unit desa 4046 30.766.000
Bank-Bank Pedesaan (BPR) 2.161 5.480.000
Lembaga keuangan non bank

 

· BKD · LDKP – BKK – LPD
7617

 

5.345 2.272 776 1.294
2.084.000

 

758.000 1.326.000 440.000 889.000
Koperasi

 

· Koperasi simpan pinjam · KUD
6495

 

1.160 5335
6.100.000

 

3.050.000 3.0550.00
Rumah Gadai 633 10.000.000
Koperasi kredit 1.071 296.000
Koperasi syariah 3.043 1.756.000
LSM 400 200.000
Kelompok Swadaya Masyarakat 100.000 1.000.000
Arisan 250.000 5.000.000
Total 72.295.000

Sumber: Bank Indonesia (2006)

Sejak orde baru peranan LKM telah terbukti dapat membantu pemerintah dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pemerataan kesempatan berusaha, memberikan dan menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong ekonomi pedesaan. Namun perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Pada kondisi internal LKM masih dihadapkan dengan masalah manajemen, pengembalian kredit, dll. Sedangkan kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan yang mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam dan berbagai kekuatan dan kepentingan dari berbagai pihak.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa hanya 22.14% dari seluruh UMKM di Indonesia yang menikmati akses permodalan dari lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun LKM. Kondisi ini menggambarkan bahwa fungsi intermediasi lembaga perbankan dan LKM belum berjalan dengan baik serta masih lebarnya permasalahan yang dihadapi oleh UMKM. Namun, di sisi yang lain hal ini juga memberikan potensi yang sangat besar dalam penyaluran kredit karena masih terbuka pasar yang luas untuk skim-skim kredit skala mikro. Karena itu diperlukan sebuah kerjasama dari pemerintah, perbankan dan LKM untuk membantu memaksimalkan potensi UMKM di negeri ini.

Untuk mempertahankan dan mengembangkan LKM diperlukan langkah langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengawasi dan membina LKM guna meningkatkan kemampuan LKM tersebut dalam melayani masyarakat miskin. Pertama, memperkuat kelembagaan LKM. Pemerintah hendaknya memiliki blue print sebagai desain yang terstruktur untuk mengembangkan dan memperkuat LKM. Pemerintah harus memberikan pelatihan manajemen kepada para pengelola LKM. LKM kedepannya harus diarahkan sebagai bentuk perbankan mikro bagi rakyat kecil. LKM yang telah kuat akan bisa mengandalkan penerimaannya dari sumber sumber pihak ketiga yang mayoritas individual. Karena itu pemerintah harus membuat kebijakan yang memberikan rasa aman bagi masyarakat yang ingin menaruh dananya di LKM. Kedua, Fokus pengembangan UMKM. LKM adalah lembaga yang mempunyai peran besar dalam menumbuhkan pengusaha pengusaha di tingkat desa dan membantu masyarakat kecil untuk meningkatkan produktivitasnya yang pada akhirnya dapat membantu pemerintah mengurangi kemiskinan.

* Didik Kurniawan Hadi

http://didikurniawan.web.id/2009/08/04/perkembangan-lembaga-keuangan-mikro-di-indonesia/

Software BMT Free Download…!

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.