Tak selamanya kerja sama bisnis itu berjalan mulus. Pada awalnya baik tapi belum tentu bagus pada akhirnya. Kasus antara PT Diebold Indonesia dan PT Mitra Integrasi Komputindo bisa menjadi contoh betapa kerja sama usaha dengan rekan bisnis tak selalu seiring, bahkan sebaliknya berbuah sengketa di pengadilan.
Ketika PT Mitra Integrasi ditunjuk sebagai salah satu distributor noneksklusif untuk mesin anjungan tunai mandiri (ATM) merek dagang Diebold di Indonesia, perusahaan itu tidak memiliki sumber daya manusia dan keahlian menyediakan layanan purnajual.
Padahal, dalam penjualan mesin ATM kepada bank komersial terkemuka di dalam negeri, PT Mitra Integrasi wajib memberikan jaminan berupa pelayanan purnajual seperti pelayanan pemasangan dan perawatan mesin ATM.
Untuk itu, PT Mitra Integrasi kemudian mencari mitra untuk menangani masalah itu. Bertepatan dengan ini, PT Mitra Integrasi bertemu dengan PT Diebold Indonesia, anak perusahaan Diebold Incorporated, lalu kedua perusahan itu sepakat menjalin kerja sama bisnis yang dimulai pada 2001.
Sebagai kompensasinya, dalam perjanjian maupun kesepakatan yang dibuat oleh para pihak telah disetujui pembayaran kepada PT Diebold Indonesia imbalan atas jasa perawatan dan pemasangan mesin ATM pada sejumlah bank komersial di dalam negeri.
Menurut Wayan Prima Nugraha, General Manager Sales & Service PT Diebold Indonesia, selama lima tahun mereka berbisnis, praktis tidak ada masalah, semuanya berjalan lancar sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat. Kerja sama itu pun telah memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Namun, kata Wayan, memasuki tahun keenam, kerja sama bisnis di antara dua badan usaha itu mulai menampakkan ketidakcocokan, sehingga benih-benih perselisihan mulai muncul dan akhirnya berujung ke pengadilan.
PT Diebold Indonesia akhirnya menggugat PT Mitra Integrasi (tergugat) dengan dalih tergugat telah melakukan wanprestasi karena tidak memenuhi kewajibanya membayar biaya pemasangan atas pekerjaan yang sudah dilakukan oleh penggugat.
Sekadar contoh, PT Mitra Integrasi telah menerima pelayanan dari penggugat untuk perawataan 52 untuk ATM salah satu bank swasta ternama. Tapi, tergugat tidak memenuhi kewajibannya membayar biaya jasa perawatan yang sudah dikerjakan oleh PT Diebold.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kini menangani kasus perselisihan di antara kedua mitra bisnis yang saling bertikai itu. “Majelis hakim akan memutuskan perkara ini Kamis, 12 April,” ujar kuasa hukum PT Diebold Indonesia, Iis Prawidha Murti, dari kantor pengacara Lubis, Santosa & Maulana.
Menurut dia, penanganan perkara ini relatif cepat. “Gugatan diajukan pada November 2006 dan awal sidang dimulai pada Januari 2007, sementara putusan dijadwalkan 12 April,” katanya.
Prawidha mengungkapkan bahwa berdasarkan perhitungan kliennya, telah terjadi tunggakan pembayaran biaya pemasangan dan perwatan mesin ATM oleh PT Mitra Integrasi pada periode 2004-2005.
Total kewajiban yang belum dibayarkan oleh PT Mitra Integtrasi kepada kliennya, menurut dia, tercatat US$633.820 untuk pembayaran jasa perawatan mesin ATM, dan biaya pemasangan mesin ATM sebesar Rp317 juta ditambah US$4.620.
Untuk itulah kliennya memohon kepada hakim PN Jaksel untuk menghukum tergugat membayar biaya perawatan dan pemasangan mesin ATM sebagaimana disebutkan di atas.
Bantahan Mitra
Sementara itu, PT Mitra Integrasi, melalui kuasa hukumnya dari law office Amir Syamssuddin & Partner membantah semua dalil penggugat, kecuali hal yang diakui sendiri oleh tergugat.
Menurut kantor hukum Amir Syamsuddin & Partners, dalam dokumen jawabannya, sudah sewajarnya PT Diebold melakukan jasa pemasangan/instalasi dan pelayanan perawatan ATM, karena hal itu sudah menjadi bagian dari pekerjaan PT Diebold Indonesia selaku anak perusahaan Diebold Inc.
Tunggakan pembayaran atas biaya jasa dan perawatan mesin ATM itu sebenarnya diakui oleh PT Mitra Integrasi sebagaimana disampaikan dalam tanggapannya dalam persidangan.
Terkait kewajiban tergugat soal jasa pemasangan maupun perawatan, kuasa hukum PT Mitra Integrasi mengatakan memiliki alasan untuk mempertahankan haknya.
Sebab, antara penggugat dan tergugat pernah bersepakat mengalihkan kontrak BCA dari tergugat kepada penggugat, dan untuk itu tergugat mendapat kompensasi atas pengalihan pekerjaan jasa itu.
Menurut kuasa hukum tergugat, permasalahan itu tidak terlepas dari persoalan hukum yang timbul antara PT Mitra Integrasi dan Diebol Inc, induk usaha PT Diebold Indonesia.
Diebold Inc dituding tidak beriktikad baik dan juga melanggar perjanjian distribusi produk mesin ATM di Indonesia.
Pada 2004, menurut kuasa hukum PT Mitra Integrasi, Diebold Inc dengan semena-mena mengeluarkan Bank Mandiri dari daftar pelanggan PT Mitra Intergasi dan diserahkan kepada perusahaan lain.
Selain itu, katanya, pada 2005 Diebold Inc sengaja menghambat usaha PT Mitra Intregrasi dengan tidak memberikan harga penawaran ketika tergugat sedang membutuhkan harga penawaran untuk bisnis dengan salah satu bank swasta terbesar dan satu bank milik pemerintah.
Tindakan Diebold Inc tersebut akhirnya berujung kepada pemutusan kerja sama.
Diebold Inc, menurut kantor hukum Amir Syamsuddin & Partners, juga masih memiliki kewajibaan kepada tergugat US$381.250 berkaitan dengan EMS software yang seharusnya dikirim bersamaan dengan pembelian mesin ATM.
Meski demikian, Iis Prawidha Murti mengatakan harus dipisahkan antara persoalan PT Mitra Intregasi dan Diebold Inc.
http://web.bisnis.com/artikel/2id58.html