Surabaya-Krisis finansial global ternyata tak berpengaruh bagi Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau koperasi syariah di Jatim. Hanya saja, masuknya bank besar ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) membuat lembaga ini berpotensi kehilangan pasar.
“Krisis tak berpengaruh bagi Baitul Mal Tanwil (BMT), karena kami bergerak di sektor mikro dan kecil. Terbukti tahun 2008 lalu BMT di Jatim tumbuh sampai 50%,” ujar Ketua Asosiasi BMT Se-Indonesia (Absindo) Jatim, Nyadin, Sabtu (7/2).
Meski demikian, pihaknya justru mengkhawatirkan hadirnya layanan kredit dari bank umum untuk sektor mikro dan kecil.Menurutnya, saat ini banyak bank-bank besar yang melakukan penetrasi sampai ke desa-desa dan usaha mikro dengan membuka kantor kas dan membuat produk-produk yang sama segmennya dengan BMT.
”Seharusnya mereka menggandeng BMT saja kalau mau ‘main’ di tingkat itu,” ujarnya. Dia mengungkapkan, harus ada regulasi antardepartemen yang bisa saling sinergi. Ini mengingat posisi BMT yang berada di bawah Departemen Koperasi dan UKM sementara bank-bank di bawah BI.
Sehingga bila tidak regulasi yang jelas, maka sesama lembaga keuangan justru akan saling memakan alias kanibal. Sementara itu, berdasarkan datanya, saat ini dari sekitar 300 BMT yang ada di Jatim, sekitar 150 BMT yang menjadi anggota Absindo dengan total aset sekitar Rp200 miliar dan dana yang disalurkan mencapai Rp160 miliar dengan kredit macet (NPL) di bawah 2%. Sedangkan modal anggota Absindo berkisar 10% atau sekitar Rp20 miliar. Pada 2009, Absindo berharap terjadi penambahan jumlah BMT. Targetnya, mencapai seluruh kecamatan yang ada di Jatim. Ini berarti paling tidak bertambah sekitar 20 BMT lagi di seluruh Jatim.
Sementara untuk pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil ditargetkan tumbuh 20%
Secara terpisah, Pemimpin Bank Indonesia (BI) Surabaya Amril Arief menyatakan kekhawatiran itu tidak berdasar. Pasalnya, antara koperasi, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bank umum dan Bank Umum Syariah (BUS) memiliki pasar yang sebenarnya terpisah satu sama lain.
“Pasar mereka masing-masing ini tidak sama. Jadi belum perlu diatur tersendiri,” katanya. Dari penelitian BI beberapa waktu lalu, lanjut Amril, sejauh ini belum ada BMT yang kolaps akibat masuknya beberapa bank ke pasar UMKM. Ini karena prinsip kerja dan tawaran produk yang berbeda.
BMT menawarkan pembiayaan dengan bagi hasil karena prinsipnya syariah, sementara bank umum menawarkan kredit dengan bunga tertentu.
Lebih lanjut dikatakannya sebenarnya pasar UMKM secara nasional maupun di Jatim saja masih terbuka sangat lebar.
Jadi lembaga keuangan yang menyasar pasar ini tidak perlu khawatir kehabisan pasar. Pihaknya berharap kalaupun terjadi persaingan karena memang terjadi persinggungan pasar sebaiknya diatasi dengan peningkatan layanan dan bagi hasil atau suku bunga. “Kalau layanan bagus dan bagi hasil kompetitif, pasti dilirik calon peminjam. Dan kalau keduanya bisa dilakukan, tidak ada yang lebih diuntungkan kecuali lembaga keuangan itu dan perekonomian secara nasional karena seperti pernah saya utarakan, UMKM kita sangat banyak,” katanya. dya
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=cceb1161867ab91def7fac026ead455c&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5&PHPSESSID=013512bb153fa5ec0d4161e0f7c9276d
Software BMT Free Download…!