admin
Manajerial
01/19/2009
Metode Baru untuk Memprediksikan Kompetensi Manajerial Karyawan
Senin, 17 September 2007 – 12:43 WIB
Memprediksikan karyawan yang kelak mampu menjadi manajer yang baik merupakan ujian penting bagi organisasi mana pun di seluruh dunia. Jika salah melakukannya, akibarnya sungguh fatal. Tapi, kini sekelompok peneliti mengklaim telah menemukan metode baru untuk memprediksi siapa yang cenderung sukses dalam peran manajerial dan siapa yang kira-kira akan gagal.
Para psikolog dari Universitas Toronto, Harvard University, Universitas Hawaii dan McGill University mengatakan bahwa komputerasi pengukuran-pengukuran baru atas “executive intelligence” yang mereka temukan menandai terobosan dalam memprediksi individu yang akan unggul dalam peran manajerial atau dalam persaingan (di lingkungan) akademik.
Penelitian yang mereka lakukan, yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and Social Psychology edisi Agustus lalu, menemukan bahwa pria maupun wanita yang bagus dalam ujian yang membutuhkan akses terhadap fungsi-fungsi kognitif dari otak, ternyata juga terlihat memiliki kompetensi manajerial tingkat tinggi.
Penjelasannya, fungsi-fungsi kognitif yang bagus pada (lapisan luar) otak manusia –sering disebut sebagai “eksekutif-nya otak”– merupakan bagian yang memberikan kemampuan pada individu untuk memanipulasi ide-ide secara terus-menerus, merencanakan masa depan, menolak aksi-aksi impulsif serta bereaksi atas situasi-situasi yang mendesak dan perlu pemikiran serius.
“Kemampuan-kemampuan tersebut, yang dalam istilah ilmu neurosis disebut fungsi eksekutif, relevan untuk kinerja manajerial dan akademik tingkat tinggi,” ujar profesor psilologi dari Universitas Toronto Jordan Peterson yang menuliskan paper hasil penelitian tersebut.
“Kami mengambil teori itu dan menerapkan tes-tes fungsi eksekutif tersebut untuk manusia normal dalam lingkungan-lingkungan praktis.”
“Selama ini, para ahli psikologi menggunakan tes IQ dan tes kepribadian untuk memprediksikan kinerja manajerial dan akademik seseorang, dan hasilnya memang menggembirakan,” tambah dia.
“Bagaimana pun ini adalah demonstrasi pertama dari potensi unik tes fungsi eksekutif untuk secara lebih akurat menentukan siapa yang unggul dan siapa yang tidak.”
Sejauh ini, tes tersebut baru dipraktikan oleh ilmuwan-ilmuwan kognitif untuk tujuan-tujuan percobaan.
Peterson dan rekan-penulisnya, Robert Pihl dari McGill University pertama kali memulai menggunakan tes fungsi eksekutif pada penghujung 1980an untuk menguji rangsangan atas kontrol dan kemampuan mengambil keputusan di kalangan remaja agresif dan peminum alkohol.
Lalu, kandidat Ph.D dari Harvard, Daniel Higgins, yang juga seorang insinyur mewujudkan potensi dari tes itu untuk aplikasi-aplikasi yang lebih umum.
“Kami pun mulai memprediksikan pencapaian akademik di Harvard dan mereplikasi temuannya pada Universitas Toronto, dan kemudian menerapkannya pada lingkungan bisnis,” jelas Jordan Peterson.
Dengan formula yang telah disempurnakan oleh Frank Schmidt (Iowa U) dan John Hunter (Michigan State), studi tersebut bahkan kemudian bisa digunakan untuk memperkirakan potensi produktivitas pada seseorang, selain untuk memprediksikan kinerja seperti telah dijelaskan di awal.
Menurut Peterson, setiap orang memiliki perbedaan yang luas dalam hal kemampuan-kemampuan individual, sehingga tingkat akurasi sekecil apapun dalam alat tes bisa menghasilkan keuntungan tambahan yang signifikan.
Ditegaskan, penggunaan tes-tes fungsi eksekutif sebagai bagian dari proses rekrutmen akan menghasilkan nilai tambahan sebesar 33% pada nilai produktivitas per karyawan yang di-hire.
“Kemajuan dalam ilmu neurotis dewasa ini telah semakin menambah pemahaman manusia akan otaknya. Mungkin ini awal dari revolusi ilmu neurotis bagi revolusi manajemen,” simpul Peterson.