Akad Jualah (Janji Upah/Hadiah)
1.Tinjauan Umum Jualah adalah sejenis sebuah ungkapan janji yang diucapkan oleh seseorang yang kehilangan sesuatu barangnya yang hilang dengan memberikan sejenis hadiah kepada orang yang menemukannya,dengan memberi batasan-batasan tetentu. Hal biasanya dilakukan untuk hal-hal yang dianggap sangat penting. 2.Latar Belakang Masalah Konsep ju’alah yang kebanyakan orang pahami hampir sama dengan konsep ijarah sehingga dalam memahami suatu perbuatan mu’amalah kadang berbeda paham. Nah untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan ju’alah? jualah atau jialah, berasal dari bahasa arab: ja’ala-yaj’alu-ja’lan. Ja’ala secara harfiah bermakna mengadakan atau menjadikan, sedangkan Ju’alah bermakna upah, harga atau gaji. Dalam kehidupan sehari –hari sering kita jumpai ada seseorang yang kehilangan anaknya, karena anak tersebut amat sangat penting bagi orang tuanya sehingga orang tua yang kehilangan tersebut mengadakan sebuah sayembara, barang siapa yang dapat menemukannya maka akan di beri hadiah dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh. Dalam hal ini penulis akan mencoba membahas pembiyaan akad ju’alah pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqih berarti “suatu Iltizaam (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Didalam jualah, akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya akan menambah wawasan keilmuan kita. Dan didalam makalah yang singkat ini akan diterangkan mengenai pengertian Ju’alah, landasan syara’ Ju’alah, rukun Ju’alah, syarat Ju’alah, lafadz ucapan Ju’alah, dan pembatalan Ju’alah itu sendiri.
3.Rumusan Masalah Untuk mempermudah penulisan dalam pembahasan ju’alah ini maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaa sebagai berikut : 1. Apa pengertian ju’alah? 2. Bagaimana konsep ju’alah dalam praktek pembiayaan akad ju’alah?
2.1Tinjauan Teoritis A.Pengertian Ju’alah
Secara harfiah Ju’alah
•berarti upah atau gaji akan tetapi pengertian legalnya adalah upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. •pemberian fee (hadiah) kepada pihak yang berhasil memenangkan (melaksanakan) suatu pekerjaan atau prestasi tertentu.
Secara istilah Ju’alah •Ju’alah adalah komitmen orang yang cakap hukum untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu kepada orang tertentu atau tidak tertentu. •Ju’alah adalah komitmen seseorang untuk memberikan imbalan tertentu atas pekrjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui. •Ju’alah adalah the stipulated price (commission) for performing any service. •Ju’alah adalah jenis akad atas manfaat sesuatu yang diduga kuat akan diperolehnya. •Ju’alah adalah suatu Iltizaam (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Wahbah Zuhaili (2005) dalam kitabnya al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu mengemukakan pendapat para Ulama Mazhab: a.Menurut Mazhab Maliki: Ju’alah adalah suatu upah yang diberikan kepada pekerjaan yang hasil dari pekerjaan tersebut mempunyai manfaat.
b.Menurut Mazhab Hanafi: Ju’alah tidak dibenarkan atau tidak diperbolehkan karena didalam Ju’alah akan timbul penipuan (gharar) karena tidak diketahui pekerjaan yang akan dilakukan dan waktu pekerjaannya. Bagi Mazhab Hanafi menyatakan bahwa akad Ju’alah harus diketahui pekerjaan apa yang akan dilakukan, tujuan dari pekerjaan tersebut serta waktu pelaksanaannya.
c.Menurut Mazhab Syafi’i: Akad Ju’alah yaitu komitmen (seseorang) untuk memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu atau tidak tertentu yang sulit diketahui.
d.Menurut Mazhab Hambali: Kebutuhan masyarakat memerlukan adanya Ju’alah sebab pekerjaan (untuk mencapai suatu tujuan) terkadang tidak jelas (bentuk dan masa pelaksanaannya), seperti mengembalikan budak yang hilang, hewan hilang, dan sebagainya. Untuk pekerjaan seperti ini tidak sah dilakukan akad ijarah (sewa/pengupahan) padahal (orang/pemiliknya) perlu agar kedua barang yang hilang tersebut kembali, sementara itu ia tidak menemukan orang yang mau membantu mengembalikannya secara sukarela (tanpa imbalan). Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat mendorong agar akad Ju’alah untuk keperluan seperti itu dibolehkan sekalipun (bentuk dan masa pelaksanaan) pekerjaan tersebut tidak jelas.
•Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’ul) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. •Ju’alah adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertamakepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. •Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’ul) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasannya Ju’alah adalah: a.Akad yang berupa janji atau komitmen untuk memberikan imbalan atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan. b.Akad Ju’alah terdapat dua pihak yang menjadi subjek akad yaitu a’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Dan Maj’ullah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah. c.Akad Ju’alah harus bersifat jelas dari bentuk pekerjaannya dan waktu pekerjaannya dan objek Ju’alah adalah tidak dilarang oleh Syariah. d.Akad Ju’alah dalam menetapkan hasil pekerjaan (natijah) harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat terjadinya akad. e.Akad Ju’alah harus juga menjelaskan besaran imbalan yang akan diterima oleh Maj’ullah. f.Akad Ju’alah dalam pelaksanaannya tidak boleh ada syarat imbalan yang diberikan pada permulaan akad (sebelum pelaksanaan objek Ju’alah).
Kemudian Ju’alah Dipandang sah, walaupun hanya ucapan ijab saja yang ada, tanpa ada ucapan qabul (cukup sepihak). Pembahasannya terhadap shighat yang ada dalam Ju’alah yaitu: 1.Shighat yang ada harus keluar dari pihak Ja’il. 2.Shighat itu bisa berupa iklan. 3.Shighat itu bisa datangnya kepada pihak Maj’ullah oleh siapapun, dan setelah pekerjaan itu selesai maka pihak Maj’ullah harus menyerahkan barang yang didapatkannya itu kepada pihak Ja’il. 4.Apabila Shighat-nya tidak jelas, maka akad itu batal. Shighat yang tidak jelas yaitu tidak jelasnya natijah yang akan diberikan kepada pihak Maj’ullah.
Kesimpulan Ju’alah seperti yang dikembangkan dalam literatur fiqih adalah suatu akad dimana seorang yang yang menjanjikan sesuatu bagi siapa yang dapat memenuhi keinginannya. Ju’alah tidak berdasarkan teks syari‟ah yang eksplisit, tetapi dia telah dipraktikkan sejak periode awal sejarah Islam. Ju’alahyang dikembangkan dalam fiqih adalah suatu kontrak dimana ja’il memiliki kebebasan yang diperlukan untuk menjalankan ju’alahdalam rangka menghasilkan laba. Karena ja’il merupakan pihak yang lebih lemah didalam kontrak yang per definisi, memberikan keterampilannya sebagai modal pada mudharabah, para Fuqaha tidak membolehkan adanya tuntutan jaminan terhadap ja’il. Di bawah perbankan Islam, ju’alahkemudian digunakan dalam kongsi-kongsi dagang berjangka pendek, yang di situ tidak ada transfer dana kepada pihak ja’il. Tidak ada kebebasan bertindak, karena semua bagian-bagian yang terperinci tentang bagaimana ju’alahharus dijalankan sudah ditetapkan di dalam kontrak. Peran ja’il terbatas pada melaksanakan atas kontrak. Konsep umum ju’alah (yaitu suatu bentuk pembiayaan modal usaha atau penyaluran kredit kepada mereka yang kekurangan dana tetapi memiliki keterampilan untuk menjalankan dagang atau bisnis dengan suatu keuntungan tidak pasti yang mugkin dapat atau mungkin tidak dapat diwujudkan) tidak tampil menjadi sesuatu yang menonjol atau yang cukup tampak dalam ju’alahperbankan Islam.