JAKARTA–MICOM:P Pernyataan Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk menaikkan gaji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun ini sebagai pernyataan yang salah kaprah dan sangat tidak tepat. Menkeu seharusnya tidak perlu mengumumkan bakal menaikkan gaji Presiden mengingat Presiden merupakan jabatan politis bukan jenjang karier. Pakar Administrasi Negara Amy S Rahayu mengatakan, Menkeu cukup membicarakan rencana kenaikan gaji itu bersama DPR selaku lembaga yang memang mewakili rakyat. “Menkeu sungguh kurang tepat menggunakan momen seperti ini untuk menyatakan gaji Presiden akan dinaikkan. Apalagi, kinerja Presiden yang lamban tengah disorot masyarakat. Kalau pun naik, diam-diam saja tidak perlu diumumkan,” kata pengajar Universitas Indonesia itu. “Menaikkan gaji Presiden ataupun menteri itu menggunakan pertimbangan politis. Berbeda dengan pertimbangan menaikkan gaji pegawai negeri sipil. Penaikkan gaji presiden melibatkan DPR karena lembaga ini lah yang menilai apakah presiden layak untuk dinaikkan gajinya berdasarkan kinerja. Kalau DPR menilai sudah layak, Menkeu harus melihat apakah di dalam APBN sudah diatur penaikkan gaji Presiden,” ujarnya. Amy sepakat bahwa gaji PNS dinaikkan pada tahun ini. Menurutnya, kenaikan gaji merupakan hal yang wajar bila ditilik dari sisi administrasi negara. Namun, pemerintah juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah penaikkan gaji ini mendukung reformasi birokrasi. Ia menambahkan, Daftar Penilaian Pegawai oleh Pimpinan (DP3) sebagai dasar penaikkan gaji sama sekali tidak menyentuh kinerja PNS. “Yang diukur melalui DP3 sangat abstrak seperti kejujuran dan kesetiaan. Harusnya yang diukur adalah target pencapaian. Misalnya apakah dalam tugas yang semula direncanakan selesai tepat waktu. Inilah yang seharusnya digunakan sebagai pertimbangan menaikkan gaji maupun renumerasi lainnya dalam rangka reformasi birokrasi,” ujar Amy. Namun, kenaikkan gaji bukanlah satu-satunya faktor dalam reformasi birokrasi. Memang benar jika gaji tidak naik, motivasi para pegawai akan menurun bahkan membuka celah terjadinya korupsi. Namun, kenaikkan gaji harus diikuti dengan penegakkan hukum yang benar, disiplin, dan kepemimpinan. “Contohnya adalah kasus Gayus Tambunan. Bagimana mungkin PNS golongan III A bisa membuat heboh. Apakah memang perbuatannya sama sekali lepas dari rule model di atasnya? Law enforcement, kedisipinan, dan kepemimpinan merupakan variabel lainnya jika kita ingin melakukan reformasi birokrasi,” ujarnya. Pengamat Administrasi Negara Djaka Permana sepakat bahwa harus ada penelitian kinerja apakah penaikkan gaji PNS selaras dengan reformasi birokrasi. “Apakah sesudah renumerasi, pelayanan masyarakat memuaskan. Jika tidak, tentu harus dipertimbangkan lagi untuk menaikkan gaji dan fasilitas lainnya. Menurut saya, selain masalah gaji, rekruitmen yang sangat ketat merupakan salah satu variabel dalam reformasi birokrasi. Jangan ada lagi titip-menitip dari pejabat terhadap calon PNS,” ujar Djaka. (Nav/OL-3)
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/01/26/198774/3/1/Bilang-Gaji-Presiden-Akan-Dinaikkan-Menkeu-Salah-Kaprah