PINBUK KOTA MATARAM Mutiara Bersinar, Nasib Pengrajin Berkilauan

Artikel BMT

Oleh: Amir Hadad (Journalist)

Kalau kita jalan-jalan ke kampung Sekarbela, Kota Mataram. Mata kita akan di suguhi perhiasan mutiara yang gemerlapan. Pemandangan yang bisa membuat kita takjub, akan keindahan berbagai corak dan ragam mutiara. Letak showroomnya, dari sepanjang jalan hingga kedalam kampung Sekarbela. Pemilik toko itu adalah para UKM kerajinan emas, perak, dan mutiara binaan BDS Pinbuk kota Mataram.

Berbicara soal mutiara, dari dulu Lombok, setelah ada budidaya sudah dikenal sebagai sentra mutiara yang indah. Tidak Kalahdengan sentra lain di kepulauan Maluku. Tidak heran, bila banyak pedagang pedagang asing terutama dari china, tertarik buka usaha di Mataram. Berbekal keahlian mendiasain emas, mereka menjual mutiara berbalut emas ke Cina, Jepang, Timur Tengah dan Eropah sebagai perhiasan bermutu yang bernilai tinggi.

Kerajinan seni ukir emas dan perak ini, berlangsung sudah turun temurun. Konon kabarnya, sejak jaman kerajaan, sebelum ada budidaya mutiara. Perkembangan disain hari ini, sudah up to date sehingga diminati buyer. Bukan hanya buyer lokal, tetapi juga buyer dari luar negeri. Berbagai jenis perhiasan dibuat seperti kalung, liontin, cincin, giwang, anting, dan gelang. Yang berupa accessories seperti bross, tusuk jilbab, tasbih, dll.

Saat ini, perdagangan mutiara tidak lagi dikuasai taoke-taoke cina. Putra daerahpun sudah mampu buka toko sendiri. Hasil belajar selama jadi pengrajin di toko Cina.

Sebelum krismon, perdagangan mutiara masih biasa. Harganya berkisar Rp 25 ribu per gramnya. Pada krismon 1997, harganya melejit menjadi Rp 100ribu per gramnya, karena dijual dalam dolar. Pada saat itu, perdagangan mutiara menggeliat dan berkembang pesat. Pengrajin yang dulu kerja di toko cina, mulai berani buka usaha sendiri.

Dari fenomena 1997, Muhammad, sebagai pengurus Pinbuk kota mataram mulai mebina pengrajin. Saat itu belum mengusung bendera BDS. Tujuan utamanya, agar UKM bisa mandiri dan lepas dari tauke china.

Modal dan Peluang Eksport.

Pada 2003, Pinbuk kota Mataram resmi ditunjuk sebagai BDS dengan Muhammad sebagai ketuanya. Dengan dibantu tiga karyawan dan menempati ruko sewaan, sarjana S-1 lulusan UNRAM ini mulai membina pengrajin. Saat itu, baru terkumpul sekitar 20-an orang. Aspek yang dibina terbanyak pada masalah pemasaran, karena dalam produksi dan disain mereka sudah ahli.

Kendala utama pengembangan UKM didaerah adalah permodalan. Ia berhasil memfasilitasi turunnya dana MAP sebesar Rp 350 juta. Untuk dibagikan ke 80 UKM kampung Sekarbela, melalui koperasi Koppontren Al-Raisiyah.

Dalam menunjang kemandirian, Muhammad menganjurkan pengrajin membuat katalog produk-produk mereka, guna dipromosikan ke kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dll. Dengan harapan agar buyer tertarik, paling tidak datang dulu untuk melihat-lihat mutiara di Sekarbela.

Informasi pasar via internet juga diajarkan, seperti membuat website sendiri. Tujuannya, agar bila ada disain baru, langsung bisa di akses dan dipesan buyer. Akan tetapi, kembali karena keterbatasan dana dan sumberdaya, pada 2006, baru 1 (Satu) pengajin yang punya website sendiri, yang lain belum.

Usaha memfasilitasi pinjaman dari lembaga keuangan terus dilakukan. Diantaranya, dengan mendatangkan pihak bank untuk berhubungan langsung dan pengrajin. Ada juga, dana dari PNN juga dari program penjaminan. Akantetapi, berhubungan dengan pihak perbankan bisa membuat orang frustasi.

Dari sekitar 80-an pengrajin yang dibina, 75 persennya berhasil. Ukuran keberhasilan menurutnya, jika sudah mandiri. Yang dulu cuma “nyantol” di juragan, Sekarang sudah punya toko sendiri. Ada juga yang sudah mampu menjual keluar kabupaten, bahkan keluar negeri. Saat ini baru, sekitar 3 (tiga) orang yang berani eksport., itupun tergantung dari pesanan. Para UKM tidak mau ambil resiko, dengan melepas barangnya tanpa jaminan. “Karena harga jual mutiara tinggi” ucap Muhammad.

Terbanyak, informasi keberadaan mutiara lombok diperoleh dari pameran, disamping dari mulut ke mulut. Orang sudah tahu, kalau lombok terkenal akan mutiaranya. Ditambah, banyaknya TKI Lombok yang bekerja di toko emas Saudi Arabia. Secara tidak langsung, merekalah yang mempromosikan mutiara Lombok hingga terkenal sampai ke Timur Tengah.

Perkembangan UKM Binaan.

Adalah Fauzi, pemilik showroom “Mutiara Lombok”, telah mersakan binaan Pinbuk kota mataram. Putra asli Sukarbela ini, sejak kecil sudah mengenal kerajinan emas dan perak dari orang tua. Tidak heran, setelah menamatkan S-1 ekonomi, nalurinya sebagai pengrajin berkembang. Pada 1999-2001 ia buka usaha sendiri. Kala itu, usahanya masih dipinggiran jalan. Omsetnya berada diantaranya Rp 10-50 juta per bulan.

Pada 2002, ia sudah punya toko sendiri dan mulai dibina Pinbuk kota Mataram.

Pada 2003, bersama pengrajin lain, Fauzi menerima dana MAP. Akan tetapi, menurut Fauzi, dana sejumlah itu tidak ada artinya. Omsetnya meningkat menjadi Rp 100 juta per bulan, bukan dengan bantuan modal MAP. Bahkan pernah mencapai Rp 200 juta per bulan, tergantung dari bulan kunjungan.

“Sebenarnya, dana MAP yang 10 juta per orang, hanya cukup untuk membeli 60 gram emas” tutur Fauzi. Belum lagi mncukupi untuk membeli mutiara berkualitas yang harganya tinggi”. Apalagi untuk beli mesin ukir modern dan platina yang mahal harganya” ucapnya lagi. Konon kabarnya, platina (emas putih) digemari orang Eropah sebagai pengikat mutiara.

Hal yang perlu direnungkan, nasib BDS tidak seindah kemilau sinar mutiara binaannya. Biaya konsultasi hasil membina UKM, belum didapatkan secara pasti. BDS hanya sekedar menerima uang terima kasih, yang jumlahnya tak tentu. “Kaau hanya mengandalkan BDS, saya nggak bisa hidup” ujar Muhammad. Dana yang Rp 50 juta dari pemerintah hanya cukup untuk mengkaji karyawan dengan biaya operasional saja. Sehingga, perlu dicarikan solusi, agar roda BDS bisa tetap eksis sampai kemudian hari.

Berusaha Pantang Menyerah.

Dari apa yang dilakukan BDS-P Pinbuk Kota Mataram, terlihat masih banyak permasalahan yang belum dapat teratasi. Terutama dalam aspek permodalan. Pemberdayaan UKM tentu tidak cukup hanya dilakukan oleh BDS-P. peran pemerintah pusat,pemprov maupun pemda melalui dinas-dinas terkait, sangat bernilai bagi pengembangan usaha kecil.

Seperti dana MAP yang jumlahnya Rp 10 juta per orang. Bagi pengusaha mutiara tidak ada artinya. “Jumlah segitu hanya cukup untuk beli 60 gram emas” ujar Fauzi. Belum mencukupi untuk membeli mutiara yang berkualitas yang tinggi harganya. Apalagi untuk beli mesin ukir modern dan platina yang lebih mahal. Karena itu, perlu cari jalan keluar, agar UKM mendapat pinjaman yang lebih besar jumlahnya. Sebab, secara finansial mereka mampu membayar hutangnya.

Bantuan pemerintah yang cuma Rp 50 juta jauh dari mencukupi. Tapi, Muhammad patut diacungi jempol, Ia tetap mampu berbuat, demi mengangkat harkat hidup orang banyak. Dengan segala daya upaya, ia berusaha agar buyer mau datang ke Sekarbela. Saat ini terbukti, buyer lokal dan mancanegara datang ke kampung Sekarbela mencari mutiara.

Menyimak perjalanan Muhammad, baik sebagai pribadi maupun sebagai pembina BDS-P/LPB ada beberapa hal yang bisa dipetik.

Pertama, semangat pantang menyerah dan kerja keras dari muhammad. Hal ini ditunjukannya dengan menangkap setiap peluang pasar, mencarikan akses permodalan, menyebarkan brosur sampai ke Jakarta dan seluruh Indonesia, juga melihat perkembangan disain-disain terbaru.

Kedua, ktrampilan dan segudang pengalamannya sebagai konsultan, disamping niat yang tulus, membuat muhammad Yakin, dapat membina UKM menuntaskan kemiskinan.

http://www.sentrakukm.com/index.php?option=com_content&view=article&id=105:bds-plpb-pinbuk-kota-mataram-edited&catid=47:bdsunggulan&Itemid=101

Software BMT Free Download…!

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.