Layanan keuangan mikro syariah saat ini tidak hanya diakses oleh pengusaha kecil dan mikro saja. Saat ini, sudah cukup banyak karyawan perkantoran yang juga mengakses layanan BMT. Salah satu penyebabnya, karena layanan itu lebih mudah diakses dengan persyaratan yang tidak terlalu rumit, serta memiliki jangka waktu proses pencairan pembiayaan lebih singkat.
Sekretaris Pengurus BMT Al Karim Jakarta, Sulaiman Hayyun mengatakan, dalam beberapa tahun terkahir, BMT Al Karim telah menyalurkan pembiayaan syariah bagi berbagai karyawan di Jakarta. Bahkan, hingga akhir tahun lalu, total pembiayaan yang tersalurkan kepada karyawan perkantoran telah mencapai 10 persen dari total pembiayaan BMT. ‘’Tidak hanya pedagang pasar yang mengakses layanan kami, karyawan juga banyak. Bahkan, sekitar 10 persen dari total pembiayaan tahun lalu,’’ katanya kepada Republika, Kamis, (1/5). Pembiayaan yang diakses karyawan umumnya berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 10 juta. Sedangkan, jangka waktu pembiayaan mencapai antara satu hingga 10 bulan dengan margin pembiayaan sekitar dua persen per bulan. Sebagian besar pembiayaan yang diserap merupakan pembiayaan konsumtif. Menurut Sulaiman, cukup banyaknya karyawan yang mengakses layanan BMT karena proses pemberian layanan dinilai lebih cepat dan mudah. Bagi calon nasabah pembiayaan baru, BMT paling lama mengkaji dan menyalurkan pembiayaan selama satu pekan. Sedangkan, bagi nasabah pembiayaan lama, proses pengkajian dan penyaluran hanya memakan waktu paling lama dua hari. ‘’Jadi, meski margin kami agak lebih dibanding lembaga perbankan lainnya, karyawan tetap mau mengakses karena prosesnya memang lebih mudah dan cepat,’’ ujarnya. Pedagang pasar konsumen terbesar Meski telah diakses oleh karyawan, Sulaiman menyebutkan, pedagang pasar masih menjadi nasabah pembiayaan terbesar di BMT Al Karim. Pedagang pasar yang memanfaatkan layanan BMT ini sekitar 70 persen. Para pedangan pasar tersebut berasal dari 22 pasar tradisional yang tersebar di Jakarta Selatan. Di antaranya adalah Pasar Blok A, Pasar Pondok Labu, dan Pasar Kebayoran Lama. Para pedagang pasar tersebut, umumnya mengakses masing-masing pembiayaan antara Rp 500 ribu hingga Rp 20 juta. Sedangkan, akad pembiayaan yang paling sering digunakan adalah murabahah (jual beli). Akad ini juga mengkomposisi sekitar 70 persen dari total pembiayaan BMT. ‘’Sisanya itu pembiayaan dengan akad mudarabah (bagi jasil) dan ijarah(sewa),’’ kata Sulaiman. Hinggga akhir Maret lalu, menurut Sulaiman, aset BMT Al Karim tercatat sebesar Rp 4,7 miliar. Sedangkan, penghimpunan dana simpanan dan penyaluran pembiayaan bagi anggota tercatat sebesar Rp 3 miliar dan Rp 3,2 miliar. Sementara, laba tahun berjalan hingga akhir Maret lalu tercatat sebesar Rp 40 juta. Pembiayaan hingga akhir tahun ini ditargetkan mencapai Rp 4,8 miliar. BMT Al Karim juga menargetkan bisa menyalurkan pembiayaan per bulannya sekitar Rp 400 juta selama tahun ini. BMT Al Karim pertama kali didirikan pada 1995. Pendirian lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) ini bermula saat beberapa pendiri BMT Al Karim mengkuti pelatihan pengembangan usaha mikro syariah yang diadakan Dompet Dhuafa Republika. Usai mengikuti pelatihan, beberapa peserta memutuskan bekerja sama dengan beberapa remaja masjid Pondok Indah untuk mendirikan BMT Al Karim. Saat itu, mereka mengumpulkan modal awal sebesar Rp 1,2 juta. Selanjutnya, dengan terus berkembang, BMT Al Karim akhirnya berbadan hukum koperasi syariah pada 1997. Sumber : Repulika Online http://ekisonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=33