Menemukan Sosok Kepemimpinan Kenabian (Prophetic Leadership) Di Indonesia

Leadership (Kepemimpinan)

Oleh : M. Ikhsan Subekti Direktur Study Ilmiah Mahasiswa UNS

Pahlawan Zamannya Setiap zaman akan melahirkan pahlawannya masing-masing. Sudah menjadi sebuah suratan takdir bahwa dunia tidak akan kekurangan pahlawan, karena menjadi sebuah keniscayaan ketika dunia ini memang didesain oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Ada kebaikan namun juga ada yang senantiasa menyebarkan keburukan, ada yang bermurah hati, ada juga yang congkaknya luar-biasa. Ada yang tua dan kemudian meninggal dan ada juga yang muda penuh dengan semangat. Dr. Aidul Fitri menyatakan bahwa, sosok kepemimpinan seperti Bung Karno-lah yang beliau rindukan, Bung Karno yang tidak pernah mengeluh dalam menjalankan perjuangannya, jiwanya kuat dan tujuannya mulia, hasil dari tempaan kehidupan zaman revolusi yang keras. Niat yang ikhlas, membuat Bung Karno dan para pendiri bangsa ini senantiasa menghadapi berbagai persoalan dengan lapang dada. Segala keterbatasan justru dijadikan penyemangat yang membakar gelora jiwa. Karakter seperti itulah yang dirindukan untuk dimiliki para pemimpin bangsa, dimasa sekarang ini. Kerinduan Terdalam Anak bangsa ini merindukan sekolah yang tidak lagi beratapkan langit dan berdinding pepohonan. Anak bangsa ini merindukan lagu-lagu menyenangkan yang penuh unsur imajinasi dan edukasi, daripada lagu-lagu dewasa yang isinya bait-bait perzinahan dan pemikiran cinta yang sempit. Anak bangsa ini merindukan keluarga yang utuh. Banyak anak kehilangan bapaknya, karena bapaknya ditangkap oleh polisi akibat kejahatan perampokan, sang bapak berkata “Aku merampok untuk membeli nasi buat keluarga ku.” Bahkan ada yang kehilangan ibunya, karena sang ibu dijatuhi hukuman gantung di negeri orang. Bangsa ini seperti anak yatim piatu, tidak ada lagi orang tua yang menjaga dari bahaya yang mengancam, tidak ada lagi ayah-ibu yang bisa mendamaikan perselisihan. Mimpi yang Membusuk Pemimpin masa sekarang ini, sepertinya takut sekali untuk bermimpi. Jarang sekali, bahkan tidak ada lagi yang dengan gamblangnya mengajak masyarakat Indonesia untuk pergi menembus 50 tahun atau 100 tahun masa depan Indonesia. Rakyat sudah tidak punya harapan, dibiarkan mati dengan kepedihan. Pemimpin menjadi sangat rasionalis dan pragmatis, mereka berpikir pencalonan mereka adalah mandat 20 persen pemilihan legislatif. Mereka berpikir mandat 20 persen itulah tiket perjuangan mereka. Jauh dilubuk hati, rakyat ini rindu dibawa pergi melihat keadaan mereka 50 sampai 100 tahun yang akan datang, sebuah kerinduan yang belum dapat terjawab karena para pemimpin sedang khusyuk menanti tiket 20 persen itu. Membiaskan Opini Opini publik di zaman ini tidak ubahnya seperti rombongan bebek yang berbaris, mengukuti arahan pecut sang peternak bebek. Kenyataan yang menyedihkan ini semakin dijadikan dagangan oleh oknum-oknum yang gemar membuat survey politik. Mendukung sebuah tesis dari  Michel Foucault (1980) bahwa studi ilmiah merupakan kekuasaan pemaksaan pandangannya kepada publik tanpa memberi kesan berasal dari pihak tertentu. Opini publik diarahkan oleh visi-visi semu yang tidak jelas platformnya, disampaikan dengan bungkus yang menarik, didalam iklan-iklan berbudget milyaran rupiah dan spanduk-spanduk narsis para calon pemimpin. Menelusuri Jalan Kebijaksanaan Negeri ini butuh pemimpin yang dapat menentramkan hati, meneduhkan panasnya problema kehidupan dan kuat bertahan seperti batukarang. Menjadi terdepan dalam berbuat kebaikan. Pemimpin dengan karakter yang mampu menggabungkan berbagai karakter kepemimpinan dunia. Kita mengenal tipe kepemimpinan partisipatif, pemimpin yang mampu mengkonsolidasikan kekuatannya ke berbagai wilayah kekuasaan yang dipimpinnya, pemimpin tipe ini sangat menjunjung nilai demokrasi dan dalam memutuskan sebuah kebijakan tertentu, dia tekun mengakomodir kepentingan masyarakatnya, sehingga keputusannya jarang mendapat tekanan, namun apakah karakter ini cukup untuk memimpin Indonesia? Tentunya belum cukup. Kita saksikan sendiri, pemimpin yang hanya pandai mengkonsolidasikan kekuatannya dapat berakhir tanpa kemajuan yang berarti, karena dia tidak mempunyai visi yang jelas, kepemimpinannya seperti orang linglung yang jauh dari sikap tegas, kadang menuju tempat A, kadang pula menuju tempat B. Model kepemimpinan berikutnya, adalah kepemimpinan kharismatik. Dia diberikan oleh Allah, sebuah aura kebijaksanaan yang terpancar menyilaukan siapa pun orang yang melihatnya, kata-katanya seolah-olah menjadi penyambung pesan kesengsaraan rakyat. Rakyat patuh oleh kata-katanya. Kepemimpinannya digerakkan oleh visi yang digerakkan oleh basirah yang luar biasa, terkadang menembus jauh melebihi pandangan-pandangan orang awam. Pertanyaan nya, apakah model kepemimpinan ini cukup untuk membawa Indonesia keluar dari nestapa? Tentu kita mengetahui, model kepemimpinan ini belum cukup. Kita mengetahui dari sejarah bahwa pemimpin dengan kharisma yang luar biasa, seringkali akhirnya terjebak dengan kesombongan yang dihembuskan setan, dia menjadi diktator dan mulai memimpin sesuai dengan kehendak hatinya, basirah nya telah tertutup oleh kotoran yang dilemparkan setan kedalam hatinya yang dahulu bersih dan bersinar. Bagaimana dengan ciri kepemimpinan yang sekarang menjadi ikon peradaban modern? Yaitu kepemimpinan transformasional. Pemimpin dengan karakter ini mampu menjadi anasir-anasir perubahan dan sumber inspirasi bagi para pengikutnya. Kepeduliannya sangat tinggi, sehingga sekat-sekat pemimpin dan bawahan dapat hilang tergerus oleh pekertinya yang luhur. Apakah model ini yang mampu membawa Indonesia bankit? Kita yakin, belum cukup mampu. Jejak-jejak Pemimpin Besar Suatu saat Michael H Hart berkeinginan untuk menulis sebuah buku tentang tokoh-tokoh yang paling berpengaruh didalam sejarah peradaban dunia ini. Ketika dia memulai melakukan listing, mengurutkan siapakan tokoh yang pantas menempati peringkat yang pertama didalam bukunya, hatinya nya menjadi penuh gundah dan keraguan. Hasil penelitiannya ternyata mengarahkannya pada sosok yang akan membuat dunia barat geram dan bertanya luar biasa. Sosok itu jatuh kepada seseorang yang bahkan membaca dan menulis saja tidak bisa. Micharl H Hart memberikan peringkat pertama, orang-orang berpengaruh di dunia ini kepada Nabi Muhammad SAW. Ketidakmampuannya membaca dan menulis adalah hikmah yang menguatkan pesan yang dibawanya untuk manusia dan keseluruhan alam. Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang lengkap. Dia mampu melakukan transformasi luar biasa, masyarakat arab yang semulanya jahiliyah menjadi sangat modern dan menjadi sumber pengembangan ilmu pengetahuan. Dia juga mampu mengkonsolidasikan kekuatannya dengan sangat efektif dan efisien, pengikutnya merasa sangat terakomodir kepentingannya, tanpa menghilangkan ketegasan Beliau. Kharisma Beliau bukan saja membuat terpana para manusia, namun malaikat, jin dan bahkan iblis sangat menghormati Beliau. Kita mengerti bahwa kepemimpinan Beliau tidak mungkin lagi terulang, namun kemanusiaan beliau yang jauh dari kerumitan, membuktikan bahwa tipe kepemimpinan seperti Beliau, dapat dipelajari oleh para pemimpin di zaman sekarang ini. Prophetic Leadership Indonesia membutuhkan pemimpin yang bertipe kepemimpinan kenabian. Pemimpin yang dicintai oleh Allah SWT, pasti akan di bukakan segala pintu jalan keluar. Maka penting bagi kita sebagai anak bangsa untuk membuka kembali lembaran sejarah Nabi Muhammad SAW, untuk belajar dari Beliau, cara memimpin yang baik. Harapan akan datangnya pemimpin yang hebat, berada ditangan anak-anak muda yang mempelajari sirah Nabi dan dekat dengan

http://sim.ormawa.uns.ac.id/2009/03/07/menemukan-sosok-kepemimpinan-kenabian-prophetic-leadership-di-indonesia/

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.