Leadership vs Moralitas

Leadership (Kepemimpinan)

Di aula pertemuan di salah satu Perguruan ternama di IRAN terjadi dialog antara mahasiswa dengan latar belakang yang beraneka ragam, dengan nara sumbernya seorang yang selama ini menjadi sorotan media dunia terkait keberaniannya dalam menentang agresi militer USA ke IRAK dan negara-negera teluk lainnya,seorang yang menjadi primadona masyarakatnya karena kesederhaannya. Dia adalah seorang dengan penampilan sederhana tapi punya kewibawaan yang sampai menggetarkan “gedung putih”.

Dalam acara itu terjadi dialog menarik terkait pertanyaan salah satu peserta yang menanyakan ke “Mahmoud Ahmadinejad” terkait mengapa dia bisa menjadi seorang presiden karena jika dilihat dari luar dia tidak punya “tampang seorang pemimpin”. Bagaimana mau memimpin Negara jika tampang saja tidak menyakinkan untuk menjadi Presiden, mungkin ini keraguan yang ada di hati mahasisiwa yang menanyakan tadi,tersentak dan kaget dengan pertanyaan tadi,dengan karakter aslinya “tenang dan tegas’ dia mengatakan benar bahwa dia tidak punya tampang seperti seorang pemimpin tapi dia punya tampang sebagai seorang pelaya. Singkat dan berkarakter apa yang di katakan seorang mantan walikota itu,ada kandungan makna yang luas terkait konsep pemahaman pemimpin. Mahmaud Ahmadinejad menyampaikan bahwa pemimpin dipilih untuk melayani masyarakatnya bukan untuk di layani sebagaimana yang kita lihat sekarang.

Kisah ini dapat kita telaah untuk pembelajaran dalam membentuk jiwa kepemimpinan terlepas dengan perdebatan terkait paham di Negara Iran “syiah” (paham yang di banyak Negara dilarang keberadaannya). Dengan melihat gaya kepemimpin seorang “Mahmoud ahmadinejad” kita akan membandingkan dengan kondisi kebangsaan kita,terkait dengan beberapa perkembangan isu beberapa pekan ini.Bentrok Antara Front Pembela Islam (FPI) dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Peristiwa ini menarik di kaji karena kedua gerakan ini mayoritas berbasis gerakan keagamaan, bisa dikatakan bahwa mereka adalah gerakan yang berbasis moral. Fakta di lapangan (peristiwa bentrok di Monas Jakarta, Minggu 1/6) menunjukan mereka tidak bermoral di tengah negara yang punya aturan negara hukum) terkait benar salahnya alasan mereka melakukan kegiatan itu,bagaimanapun kekerasan tidak bisa dibenarkan untuk dipakai menyelesaikan perkara tersebut, apalagi kedua gerakan itu berdasarkan agama “moral”, karena masih ada berbagai sarana penyelesaiannya diluar kekerasan misalnya bisa melalui dialog secara objektif. Ini kemudian menjadikan moral dan kepemimpinan saling bertentangan karena di dalam bentrokan itu dapat di lihat beberapa pemimpinya yang ikut atau kedua belah pihak berlatar belakang gerakan keagamaan yang mengklaim saling membenarkan gerakannya.

Dua contoh peristiwa di atas akan membuka pikiran kita terkait kepemimpinan dan moralitas. Apakah keduanya dapat disatukan dalam sebuah karakter individu atau gerakan atau malah bertentangan yang tidak dapat disatukan lagi. Penulis mencoba mengurai topik ini menjadi sebuah usulan ilmiah untuk perubahan masyarakat yang lebih berkarakter khususnya Indonesia.

Dalam beberapa teori kepemimpinan dijelaskan bagaimana seorang individu (pemimipin) harus mengelola gerakan atau organisasi agar mampu produktif atau bersaing dengan gerakan yang lain. Pemilihan tipe kepemimpinan itu kemudian akan berpengaruh pada pembawaan dalam mengarahkan gerakannya. Dalam kenyataan di lapangan individu (pemimpin) kemudian terbentur dengan permasalahan yang beraneka ragam. Akibatnya gerakan ini mulai mempunyai arah kepentingan yang berbeda dan mulai dimasuki kepentingan-kepentingan pribadi, apabila kita bandingkan dengan beberapa perjalanan pemimpin besar bangsa ini yang pada titik akhir kekuasaan ia menjadi permasalahan bagi masyarakatnya karena keinginan untuk berkuasa terus atau nafsu berkuasannya terus meningkat seiring meningkatnya umur, seharusnya terbalik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa Presiden yang meminpin bangsa diantaranya presiden pertama RI Bapak Ir. Soekarno dan Bapak Soeharto,kedua bentuk kepemimpinan yang pada masa awalnya menjadi sebuah harapan baru bagi bangsa Indonesia sampai kemudian di berikan gelar sebagai “bapak proklamasi dan bapak pembangunan”.Sebuah gelar yang diberikan sebagai bentuk penghormatan bangsa ini kepada para pemimpin yang telah memberikan hal terbaik untuk Negara Indonesia. Kepercayan tinggi yang diberikan masyarakat ternyata menjadi sebuah keinginan besar mereka untuk terus mengeloa Negara (Presiden) akibatnya terjadi penurunan tingkat kepercayan masyarakat dan akibatnya masyarakat sendiri yang menurunkan mereka dengan berbagai misteri yang sampai saat ini belum terselesaikan.

Mayoritas para pemimpin di awal kepemimpinannya mendapatkan dukungan yang sangat tinggi dari orang-orang di sekitarnya,prestasi-prestasi besar mulai muncul dari seorang pemimpin seperti.Tapi hal ini kemudian berdampak pada jiwa pemimpin yang mulai “sombong/gila jabatan” dengan dukungan dan penghargaan di sekitarnya. Akhir dari babak ini adalah pemimpin akan mengalami kejatuhan (terpuruk) dengan hasil akhir yang buruk. Ketika kita melihat pemimpin yang salah satu sisi ketika kepemimpin itu berdiri di atas nafsu (keinginan-keinginan) tanpa adanya sebuah batasan tata susila atau aturan moral di dalamnya.Berkaca dari kepemimpinan para raja-raja zaman dahulu,sebagaimana mereka mayoritas menginginkan untuk melebarkan sayap penguasaan wilayah teritorialnya atau mengekspansi daerah lain untuk di taklukan.bisa di simpulkan sementara bahwa pemisahan leadership dengan moralitas( tata laku pergaulan) akan berakibat pada timbulnya dampak negatife kepemimpinan pada masa itu.

Memimpin adalah sebuah seni dan kepemimpinan adalah sebuah karakter yang harus ada bagi orang-orang yang akan menjadi pemimpin. Menggabungkan antara leadership dengan moralitas akan bermanfaatan bagi masyarakat (orang yang di bawahnya). Moralitas adalah akhlaq,apabila dilihat dari sudut pandang dari agama,akhlaq adalah kebiasaan. kita ambil garis merahnya bahwa moralitas adalah batasan berbuat baik dan benar (ketentuan). Sebagaimana contoh seorang pemimpin IRAN,sebuah penggabungan antara dua aspek tersebut. Ada sebuah kekuatan dari dalam dirinya untuk memberikan aturan-aturan,contohnya adalah ketika seorang pemimpin akan melakukan korupsi terhadap dana di perusahaannya maka dalam hatinya akan timbul sebuah dorongan untuk menolaknya karena dia sadar itu bukan haknya dan akan berefek pada orang lain akan kena dampak karena perbuatannya. Dorongan ini bisa timbul secara otomatis atau harus dipaksa dahulu, tergantunng dari kondisi moral orang tersebut. Kita masih ingat bagaimana seorang auditor BPK “khoiriansyah” menolak mendapatkan dana suap dari kerjanya dan ia melaporkan terkait praktek suap menyuap dan korupsi di BPK. Ada sebuah dorongan untuk berbuat baik dan bersiap menerima resiko dari dampak perbuatannya. Pemimpin seperti inilah yang akan menjadi pengubah bagi kondisi bangsa ini pemimpin yang mempunyai moralitas.

Hal yang perlu diperhatikan dalam menggabungkan antara moralitas dan leadership agar dapat memberikan perubahan bagi organisasi atau gerakan. Pemimpin harus memberikan contoh terlebih dahulu (bagaima tipe pemimpin yang mampu menyatukan moraliats dan leadership) hal ini akan membantu orang-orang sekitar untuk mencontoh. Tapi juga perlu diingat bahwa selain mempunyai moral tidak kalah penting bahwa harus ada kompetensi dalam memimpin. Karena permasalahan di sekitar tidak selesai hanya dengan sebuah moral saja tetapai harus ada kemampuan dalam mengelola sebuah amanah (kepemimpinan). Banyak kondisi yang menghalangi beberapa pemimpin untuk berubah karena terbenturkan dengan kondisi di lapangan dimana tidak ada dukungan yang maksimal dari dibenci karena sering memberi pandangan berbeda dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan organisasi tersebut atau orang-orang lama (senior) merasa didahului dengan sikap yang merasa benar (anggapan mereka). Maka bagi para pemimpin harus sudah siap-siap sejak awal untuk meningkatkan karakter penanggulangan masalah yang akan timbul.

oleh: Dani Setiawan; Ketua PUSKOMNAS FSLDK 2007-2009
http://www.fsldkn.org/ke-ummat-an/leadership-vs-moralitas.html

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.