Harus Kritis Simpan di Syariah

Artikel BMT
PIP Banyak orang menyimpan dana di lembaga syariah, baik perbankan syariah maupun BMT. Sayang, masih ada yang legalitasnya dipertanyakan. Tak terkecuali di Kota Gudeg. Jumlah keanggotaan, aset maupun pembiayaan yang digulirkan oleh lembaga bernama baitulmal wat tamwil (BMT) mengalami peningkatan “pesat”. Di sisi lain, pengawasan terhadap aspek hukum dan syariah masih perlu ditingkatkan. Yang jelas, meski berbadan hukum koperasi keberadaan BMT tetap harus mendapat pengawasan ekstra. Apalagi ditengarai, tak sedikit BMT yang melanggar ketentuan prinsip-prinsip koperasi. Jadi apa jalan keluarnya? Menurut Ketua Pengurus Pusat Koperasi Syariah (Puskopsyah) Yogyakarta, Mursida Rambe, seiring dengan perkembangan pesat BMT ini, Puskopsyah menegaskan pentingnya peran Dewan Pengawas Syariah sebagai pengendali pengelolaan produk. “Saat ini semua BMT memiliki Dewan Syariah. Tapi belum semuanya aktif mengawasi legalitas dan syariahnya,” tukas Rambe. Itu sebabnya demi menambah pengetahuan dan keterampilan, tambah Rambe, April ini Puskopsyah akan menggelar pelatihan bagi Dewan-dewan Pengawas Syariah yang ada. Pihaknya juga sudah mendesak Kementerian Negara Koperasi dan UKM, agar menggalang kerja sama dengan Asosiasi BMT Seluruh Indonesia. Tujuannya, memberi rekomendasi sebelum pendirian suatu BMT di tiap kabupaten atau kota. Masyarakat dihimbau berhati-hati tak tergiur tawaran bagi hasil yang tidak rasional dari BMT yang tidak jelas legalitasnya. Senada Rambe, pengamat BMT dari Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Bekti Hendri Anto mengingatkan agar fungsi pengawasan tersebut tak seketat pada perbankan. Jika terlalu ketat, keberadaan BMT sebagai bagian dari lembaga keuangan mikro justru akan mati karena karakter usaha kecil berbeda dengan usaha setingkat bank. “Usaha kecil seperti BMT banyak memanfaatkan improvisasi di lapangan. Sehingga keberadaan mereka lebih mudah diterima masyarakat. Padahal, improvisasi itu tak dikenal dalam sistem perbankan karena sudah memiliki standar yang sangat ketat,” ujar Bekti pada acara Workshop Akuntansi BMT se-DIY di Kampus FE UII, Yogyakarta bulan silam. Prinsip Koperasi BMT Masih menurut Bekti, buat mendukung program 10.000 BMT pada tahun 2010, legalitas dan pengawasan sudah dirasakan mendesak untuk dioptimalkan. Pengawasan tersebut, tambahnya, berfungsi menjaga konsistensi lembaga koperasi syariah ini dalam menerapkan spirit Islam dan prinsip kerja koperasi. Disinyalir, dari sekitar 5.000 BMT di Indonesia, banyak BMT yang sudah keluar dari spirit Islam. Mereka hanya memanfaatkan kedok Islam, padahal sebenarnya adalah rentenir. Bila orang mengkritisi secara jernih, makin menjamurnya BMT merupakan fenomena biasa di negara berkembang dengan mayoritas penduduk beragama Islam. “Apalagi di banyak negara, saat ini sistem ekonomi yang dominan adalah kapitalisme yang membuat jurang sosial semakin tajam. Dalam konteks tertentu, kesadaran umat Islam pun bagaikan bangkit untuk menerapkan sistem ekonomi tandingan,” lanjut Bekti. Berdasarkan data yang dihimpun PIP memperlihatkan, pertumbuhan BMT di Kota Pelajar ini tergolong pesat. Ambil contoh hingga Januari 2007, terdapat sekitar 89 buah BMT yang beroperasi. Padahal sampai 2005 baru ada 46 unit. Senada dengan Bekti, Kepala Disperindagkop DIY Syahbenol Hasibuan menuturkan penggunaan prinsip kerja syariah membuat posisi BMT mudah diterima masyarakat. Di sisi lain, untuk membuka BMT syarat permodalan awal juga lebih mudah, yakni Rp 15 juta. “Kalangan masyarakat Islam lebih menyukai BMT daripada koperasi, karena prinsip kerjanya tidak menggunakan riba,” jelas Syahbenol. Dalam sistem kerja koperasi sebenarnya juga tidak dikenal riba karena semua ketentuan diatur bersama oleh anggota koperasi. Mulai yang menyangkut prosedur penghimpunan dana melalui simpanan hingga penggunaan dana untuk pinjaman, semua didiskusikan bersama. Badan hukum BMT juga berupa koperasi. Pada pendirian awalnya BMT sebenarnya bukan diarahkan menjadi koperasi. Namun, karena badan hukum yang sifatnya mendekati adalah koperasi maka dipilihkan status badan hukum ini. Koperasi Modern Saat ini ada dua pendapat untuk meraih legalitas bagi BMT. Pertama, dengan memiliki Undang-Undang khusus BMT. Atau yang kedua, dengan tetap menggunakan status koperasi. Apabila mengharapkan UU khusus, akan rumit karena berhubungan dengan Bank Indonesia. Sedangkan, bila legalitas BMT lewat lembaga hukum koperasi dirasakan sudah cukup. “Hanya perlu dilakukan beberapa perubahan dalam peraturan perkoperasian. Misalnya, terkait simpanan wajib setiap bulan, kenapa tidak setiap setahun sekali saja? Mengenai syariah atau tidak, itu tergantung akad saja,” kata Ahmad Sumiyanto, Sekjen BMT Center yang juga Direktur BMT Al-Ikhlas dalam acara Seminar dan Lokakarya Nasional BMT: Menuju Koperasi Modern, di Yogyakarta baru-baru ini. Selama ini, lanjut Sumiyanto, citra koperasi masih belum begitu bagus. Koperasi dianggap tidak berkembang dan tidak profesional. Karena itu, ia menyarankan BMT sebaiknya menjadi koperasi modern. Karakteristik koperasi modern antara lain benar dalam merealisasikan akad sesuai syariah dan aturan perundangan di Indonesia. Yang pasti, lembaga BMT harus dikelola secara profesional.

Software BMT Free Download…!

Share this

Leave a Reply

Your email address will not be published.