Pemerintah Jangan Salah Bina BMT
Jumat, 9 September 2005
JAKARTA (Suara Karya): Peranan lembaga keuangan mikro seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT) hendaknya tidak dilupakan baik oleh pemerintah, pelaku usaha, maupun pengelola lembaga keuangan besar. Dalam 10 tahun terakhir, BMT terbukti mampu memberdayakan tidak kurang dari 1,5 juta pengusaha mikro dengan total aset mencapai sekitar Rp 1,5 triliun.
Demikian rangkuman pendapat dari Presdir Karim Business Consulting, Adi Warman Azwar Karim, dan analis ekonomi syariah Strategy Consulting, Ilham Wardhana Siregar, kepada wartawan di Jakarta, kemarin. Keduanya dimintai pendapat berkaitan dengan peringatan 10 tahun gerakan BMT yang jatuh pada bulan September ini.
“Meski kecil-kecil dan tersebar di banyak tempat, BMT terbukti mampu membantu jutaan pengusaha mikro. Total aset BMT itu kira-kira setara dengan aset BNI Syariah, namun jumlah masyarakat yang dilayani jaringan BMT jauh lebih banyak dibanding BNI Syariah,” kata Adi Warman.
Karena itu Adi Warman menyarankan agar pemerintah bersikap hati-hati dalam membina BMT. Menurut dia, pemerintah jangan sampai mengeluarkan kebijakan yang malah berakibat mematikan perkembangan lembaga keuangan mikro tersebut. “Perkembangan BMT selama ini betul-betul menunjukkan gerakan bottom-up, murni inisiatif masyarakat, seperti yang berkembang di banyak kota di Jawa Tengah. Kalau pemerintah terlalu campur tangan malah bisa kontra-produktif,” ujarnya.
Namun, dia setuju pemerintah perlu mengeluarkan aturan mengenai standar kesehatan pengelolaan BMT, terutama bagi BMT yang sudah memiliki aset di atas Rp 5 miliar. “Tujuannya agar jangan sampai ada BMT yang tiba-tiba kolaps sehingga merugikan banyak orang,” katanya.
Sementara itu, Ilham Wardhana Siregar mengatakan bahwa peran lembaga keuangan mikro seperti BMT menjadi penting justru pada saat perekonomian sedang mengalami krisis. “Ketika bank ramai-ramai menaikkan suku bunganya, BMT justru menjadi alternatif pembiayaan bagi pengusaha mikro. Kemudahan prosedur dan jangkauan layanan selama ini menjadi kelebihan BMT dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan besar,” kata mahasiswa program doktor ekonomi pada Universitas Trisakti ini.
Ilham mengingatkan bahwa pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997-2000, justru pengusaha kecil yang lebih mampu bertahan dibandingkan pengusaha-pengusaha besar. “Saat ekonomi sedang menghangat seperti sekarang ini, BMT harusnya mendapat insentif agar bisa lebih berkembang,” katanya.
Dia menambahkan, salah satu peran yang dapat dilakukan pemerintah adalah membantu menyosialisasikan keberadaan BMT dan lembaga keuangan mikro lainnya kepada masyarakat luas. “Selama ini belum banyak masyarakat yang tahu tentang BMT, wajar kalau perkembangnya menjadi lambat,” ujar Ilham.
Berdasarkan data Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK), saat ini tercatat sebanyak 3.037 BMT di seluruh Indonesia dengan berbagai kondisi dan tingkat perkembangan. Sebanyak 85 persen BMT memiliki asset di bawah Rp 1 miliar. Sekitar 300 BMT beraset antara Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar, 150 BMT memiliki aset antara Rp 5 miliar sampai Rp 15 miliar, dan baru 10 BMT saja yang berhasil menembus aset di atas Rp 15 miliar.
Rencana kerja untuk mencapai target ini adalah salah satu agenda penting yang akan dibahas dalam Kongres Nasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Maal Wat Tamwil (LMKS/BMT) pada awal Desember mendatang. Kongres ini rencananya akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (Dharmawan S)
Copy Right ©2000 Suara Karya Online